Kamis, 12 Juli 2018

Laporan ZPT


LAPORAN PARKTIKUM
ZAT PENGATUR TUMBUH
PENGARUH GIBERELIN TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR TANAMAN





logo ubb.jpg







NOVITA ANANDA
SAIPUL ANWAR
                                       SITI MASTIKA DEWI




JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2017
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah zat pengatur yang dihasilkan oleh tumbuhan yang dalam konsentrasi rendah mengatur proses - proses fisiologis dalam tubuh tumbuhan (Heddy 1996). Sedang pengatur tumbuh merupakan senyawa - senyawa organik selain nutrisi, baik yang dihasilkan sendiri oleh tumbuhan maupun senyawa - senyawa kimia sintetik yang dalam jumlah kecil memacu, menghambat atau sebaliknya mengubah beberapa proses fisiologis dalam tumbuhan.
Pertumbuhan dan perkembangan pada pertumbuahan merupakan hasil interaksi yang kompleks antara tiga pengaruh atau faktor, yang meliputi faktor intraseluler dan lingkungan (Basri, Zainuddin, dan Syakur 2013). Bentuk dan ukuran tumbuhan banyak ditentukan oleh faktor herediritas. Gen berpangarah pada setiap struktur tumbuhan dan juga terhadap perkembangannya. Faktor heredisitas inilah yang merupakan faktor intraseluler, sedangkan fakktor interseluler adalah hormon (Aini, Tampubolon dan Dadan 1999).
Keberhasilan Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tanaman dikendalikan  atau dipengaruhi oleh  beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai  fitohormon atau dikenal juga dengan istilah zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan  tanaman (Harjadi 2009). Salah satu zat pengatur tumbuh yang sering digunakan adalah giberelin yang banyak berperan dalam mempengaruhi berbagai proses fisiologi tanaman.
Giberelin berperan dalam pembentangan dan pembelahan sel, pemecahan dormansi biji sehingga biji dapat berkecambah, mobilisasi endosperm cadangan selama pertumbuhan awal embrio, pemecahan dormansi tunas, pertumbuhan dan perpanjangan batang, perkembangan bunga dan buah, pada tumbuhan roset mampu memperpanjang internodus sehingga tumbuh memanjang (Azzami 2015) . Wattimena (1992) menyatakan giberelin eksogen yang umum digunakan dan tersedia di pasaran adalah GA3 (giberelin- 3), yang dikenal juga dengan nama asam giberelat.
Auksin mempunyai fungsi memacu pertumbuhan tanaman, terutama pada tanaman berkayu. Namun demikian, pengaruh auksin mempunyai batas konsentrasi, dimana pada konsentrasi rendah giberelin akan memacu pembentukan dan pertumbuhan akar dan pada konsentrasi tinggi justru akan menghambat pembentukan dan pertumbuhan akar tanaman. Pada praktikum ini akan didemonstrasikan pengaruh giberelin terhadap pertumbuhan tanaman dengan masa waktu setelah aplikasi.
1.2 Tujuan
            Tujuan dilaksanakannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh giberelin terhadap pertumbuhan stek tanaman lada, buah naga, mawar dan lidah mertua.


II. TINJAUAN PUSTAKA
Hormon tumbuh (auksin) merupakan hormon yang bereaksi dengan bahan kimia lain pada tumbuhan. Auksin disusun pada jaringan meristem di dalam ujung-ujung tanaman, seperti tunas, kuncup bunga, pucuk daun, dan juga pada ujung akar(Aryulianaet al1999). Fungsi auksin bukan hanya menambah kegiatan pembelahan sel pada jaringan meristem melainkan berupa pengembangan sel-sel yang ada di daerah belakang meristem. Sel-sel tersebut menjadi panjang dan banyak berisi air.Auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel yang mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas (Heddy 1990).
Auksin merupakan senyawa yang zat digunakan sebagai perangsang dalam pertumbuhan dan perkembangan akar dimana zat ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi  pemanjangan akar dan ini semua dapat dilakukan dengan beberapa cara dan metode yang dapat dilakukan (Simpson 1980). Istilah pengatur pertumbuhan tanaman meliputi kategori luas yaitu substansi organik dalam jumlah sedikit merangsang, menghambat, atau sebaliknya mengubah proses fisiologis(Dwidjoseputro1986). Auksin sintetik diperlukan karena jaringan dipisahkan dari sumber auksin alami. Perangsang pertumbuhan sintetik, dalam campuran yang tepat, merangsang kalus (pembentukan massa sel yang tidak terdiferensiasi), diferensiasi organ, dan morfogenesis seluruh tanaman dari satu sel parenkima(Gardner et al 1991).
Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan-perubahan dalam pola pertumbuhan, sehingga akhirnya terbentuklah akar, batang, daun, bunga dan bagian-bagian lain dari tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan proses-proses kimia selama tumbuh dan deferensisasi berlangsung (Prawirnata1989).
Secara teori yang kami baca, bahwa konsenterasi auksin yang tinggi dapat merangsang pertumbuhan batang, tetapi sebaliknya dengan konsenterasi tersebut menghambat pertumbuhan akar. Tinggi rendah suhu menjadi salah satu faktor yang menentukan tumbuh kembang, reproduksi dan juga kelangsungan hidup dari tanaman. Suhu yang baik bagi tumbuhan adalah antara 22 derajat celcius sampai dengan 37 derajad selsius. Temperatur yang lebih atau kurang dari batas normal tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat atau berhenti. Kadar air dalam udara dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan. Tempat yang lembab menguntungkan bagi tumbuhan di mana tumbuhan dapat mendapatkan air lebih mudah serta berkurangnya penguapan yang akan berdampak pada pembentukan sel yang lebih cepat.
Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru sinar mentari dapat menghambat proses pertumbuhan.Hormon pada tumbuhan juga memegang peranan penting dalam proses perkembangan dan pertumbuhan seperti hormon auksin untuk membantu perpanjangan sel, hormon giberelin untuk pemanjangan dan pembelahan sel.
Keberhasilan suatu tanaman dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetikdan faktor lingkungan. Faktor genetik berkaitan dengan pewarisan sifat tanaman yang berasal dari tanaman induknya sedangkan faktor lingkungan berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh (Gardner et al 1991).Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat keberhasilan stek adalah penambahan zat pengatur tumbuh sintetis. ZPT akan merangsangpertumbuhan suatu tanaman dalammembantu pembentukan fitohormon yang ada didalam tanaman dan menggantikan fungsi dan peran hormon.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal terdiri dari laju fotosintesis, respirasi,differensiasi dan pengaruh gen, sedangkan faktor eksternal meliputi cahaya,suhu, air, bahan organic, dan ketersediaan unsur hara.Terpenuhinya faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan maka proses fotosintesis akan berlangsung dan menghasilkan fotosintat yang berfungsi untuk proses pertumbuhan tunas dan akar (Gardner et al. 1991).Persentase tanaman berakar menunjukkan tingkat keberhasilan perbanyakan stek.
Pembentukan akar pada suatu tanaman dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat serta keseimbangan hormon auksin dalam bahan tanam (Sudomoet et al.2007).Banyaknyaakarsuatu tanaman merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman. Mahadietal.(2013), menyatakan penambahan NAA dan Kinetin terhadap pertumbuhan eksplan buah naga menduga adanya interaksi antara auksin dan sitokinin mengakibatkan tanaman dapatmengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya jumlah akar dan jumlah tunas.Panjang akar akan berpengaruh terhadap kemampuan suatu tanaman dalam mendapatkan makanan didalam tanah.
Pemberian hormon pengatur tumbuh pada stek dapat membantu menigkatkan pertumbuhan tanaman.Menurut Aini etal.(1999), menyatakan bahwa fisiologis hormon endogen (auksin) dapat membantu mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, dan pembentukan akar.Munculnya tunas merupakan awaldari pertumbuhan suatu tanaman.Akar merupakan pusat metabolisme suatu tanaman untuk pembentukan organ baru tanaman yang dipengaruhi oleh adanya interaksi antara hormon endogen dan hormon eksogen dalam tanaman buah naga sehingga mampu menghasilkan tunas baru.
Samudin (2009),menyatakan kombinasi Auksin dan sitokinindalam pertumbuhan buah naga menunjukkan bahwa keseimbangan sitokinin dan auksin menyebabkan terjadinya pembelahan sel yang menstimulasi pembentukan tunas, duri, dan akar buah naga. Menurut pendapat Hidayantoet al.(2003),kandungan karbohidrat yang terdapat pada bahan stek merupakan faktor utama untuk perkembangan primordial tunas dan akar, dengan cadangan makan yang cukup maka stek akan mampu membentuk tunas baru. Persentase tanaman bertunas menunjukkan akumulasi pertumbuhan suatu tanaman.
Pada dasarnya tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya memiliki waktu berbeda-beda tergantung dari kemampuan tanaman tersebut untuk melakukan pertumbuhan serta faktor eksternal yang mempengaruhinya. Banyaknya tunas pada suatu tanaman menunjukkan kemampuan tanaman dalam membentuk organ baru. Proses metabolisme dalam tanaman dipengaruhi beberapa faktor baik faktor dari dalam tanaman semisal kondisi bahan tanam dan kandungan senyawa dalam tanaman, sedangkan faktor dari luar tanaman meliputi zat pengatur tumbuh serta kondisi lingkungan semisal suhu, intensitas cahaya, ataupun kelembaban.
Basri, Zainuddin, dan Syakur (2013)menyatakan bahwa Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tunas ialah kondisi lingkungan yang mendukung, seperti kelembaban yang cukup akan mempercepat tumbuh tunas.Panjang tunas akan mempengaruhi berat suatu tanaman. Penambahan hormon pengatur tumbuh dapat mengontrol perkembanagan jaringan meristem sehingga akan berakibat pemanjangan sel, dengan penambahan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang sesuai dapat membantu pertumbuhan tanaman karena hormon tumbuh merupakan salah satukomponen yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tanaman selain karbohidrat dan nitrogen. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Mashudi, Setiadi, dan Ariani(2008), bahwa cadangan zat makanan yang terdapat didalam organ stek merupakan penumpukan hasil fotosintesa. Auksin eksogen mampu memicu pembelahan,pembesaran,dan pemanjangan sel, apabila pemberiannya berada pada batas konsentrasi optimum.


III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
            Percobaan pengaruh pengaruh giberelin terhadap terhadap pertumbuhan tanaman dilakukan pada hari Senin, tanggal 6 Maret 2017 sampai dengan 3 April 2017 di Kebun Percobaan Agroteknologi, Fakultas pertanian Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung.
3.2 Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan yaitu hand spayer, kertas label, dan ATK. Bahan yang digunakan yaitu 2 polybag bibit lada, 2 polybag bibit buah naga, 2 polybag bibit lidah mertua, 2 polybag bibit mawar dan rebung bamboo betung.
3.3 Cara Kerja
      Pembuatan ekstrak bamboo betung:
1.      Merebus 1 kg rebung bamboo yang sudah dicacah dengan air sebanyak 1 liter hingga matang.
2.      Memblender rebung beserta air rebusannya dan ditambahkan air lagi sebanyak 1 Liter.
3.      Memisahkan ekstrak rebung dan ampasnya sehingga diperoleh ekstrak sebanyak 2.2 Liter yang kemudian digunakan sebagai bahan dasar dosis perlakuan.
Cara aplikasi untuk tanaman:
1.      Larutan rebung bamboo yang digunakan dibuat dengan dosis 20 ml/L.
2.      Memberikan larutan sebanyak 10 ml untuk masing - masing sample pada tiap kalipengamatan:
1)      1 polybag bibit lada;
2)      1 polybag bibit buah naga;
3)      1 polybag bibit lidah mertua; dan
4)      1 polybag bibit mawar.

Keterangan:
Aplikasi dilakukan 1 kali seminggu; sisa sampel bibit tanaman digunakan sebgai kontrol; bibit buah naga hanya disisakan satu tunas.
3.      Melakukan pengamatan dan perawatan setiap hari.
4.      Mengamati masing - masing  laju pertumbuhan bibit tanaman setiap minggu hingga pada minggu ke empat.
5.      Mengamati bagian akar masing - masing bibit tanaman pada minggu ke empat dari setiap perlakuan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel hasil 1. Data pengamatan selama 2 minggu setelah aplikasi.
Hari (MSA)
Lada
Buah Naga
Lidah Mertua
Mawar
PT
PD
PT
PT
T
PT
PD
1
11
1
19
24
4
0
0
2
9,4
2
18
26
10
41
16
 Keterangan: MSA      =  Minggu setelah aplikasi
                        PT        =  Pertambahan tinggi
                        PD       =  Pertambahan jumlah daun
                        T          =  Panjang tunas     

4.2 Pembahasan
Praktikum pengaruh auksin pada pertumbuhan akar tanaman dilakukan dengan memberikan perlakuan penambahan ZPT auksin sintetis dengan merek dagang Root-Up. Tanaman sampel yang digunakan yaitu organ bagian tengah dari tanaman buah naga yang diperbanyak dengan cara stek. organ stek yang telah diotong kemudian dicelupkan ke dalam alkohol 75% agar steril. Auksin sintetis yang digunakan diformulasikan dalam bentuk pasta dan dioleskan pada bahan stek buah naga. Organ perbanyakan stek tersebut kemudian ditanam pada media campuran top soildan pupuk organik dalam polybag dengan perbandingan 1:1. Tanaman sampel tersebut kemudian diamati pertumbuhan tunasnya dengan rentan waktu satu hari sekali sekaligus dengan perawatan berupa penyiraman.
Hasil pengamatan menunjukkan parameter pertumbuhan tunas menunjukkan nilai 0 (nol). Hasil tersebut menunjukkan tidak ada pertumbuhan tunas pada organ stek tanaman buah naga pada praktikum yang dilakukan hingga umur stek 4 minggu. Hal ini terjadi diduga akibat konsentrasi aplikasi auksin yang terlalu banyak, sehingga fungsi auksin dalam menghambat pertumbuhan tunas lebih mendominasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fetter (1998) bahwa auksin berfungsi dalam proses pembesaran sel, menghambat mata tunas samping, berperan dalam pengguguran daun dan berperan dalam pertumbuhan akar. Selain itu, kualitas bahan stek juga mempengaruhi viabilitas pertumbuhan tunasnya. Bahan stek yang digunakan diduga memiliki mata tunas dengan viabilitas pertumbuhan yang rendah sehingga tidak mampu membentuk tunas baru pada bahan stek yang digunakan.
Hasil pengamatan juga menunjukkan jumlah akar pada perlakuan auksin 2 akar dan terdapat 9 akar pada perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan parameter jumlah akar lebih tinggi pada perlakuan kontrol dari perlakuan dengan auksin. Hal ini terjadi diduga disebabkan penggunaan dosis auksin yang terlalu tinggi pada perlakuan dengan zat pengatur tumbuh (ZPT). ZPT auksin diketahui sebagai hormon yang bersifat promotor atau memacu pertumbuhan akar, namun pada dosis tertentu hormon auksin dapat menghambat pertumbuhan akar tanaman. Hal ini sesuai dengan Irda (2009) bahwa pada konsentrasi 0,1 hingga 10 ppm hormon auksin diketahui mampu merangsang pertumbuhan akar dan pada konsentrasi 100 ppm pertumbuhan akar tanaman terhambat. Selain itu, diduga konsentrasi auksin pada organ stek telah tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga pertumbuhan akar lebih baik.
Kondisi lingkungan diduga juga menjadi faktor dalam keberhasilan stek yang dilakukan. Penambahan auksin tidak mampu memberikan pengaruh yang baik ketika kondisi lingkungan di sekitar tanaman tidak mendukung. Faktor lingkungan tersebut dapat berupa suhu, kelembaban dan ketersediaan air. Faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Suhu lingkungan yang terlalu tinggi dapat menghambat aktifitas enzimatik pada tumbuhan. Suhu yang tinggi juga dapat menurunkan kelembaban udara dan mempercepat laju evapotranspirasi. Kondisi lingkungan tersebut diketahui tidak mendukung bagi pertumbuhan tanaman. Laju evapotranspirasi yang tinggi dan tidak diimbangi dengan suplai air yang cukup dapat menyebabkan tanaman mengalami dehidrasi dan kematian pada sel-sel tanaman tersebut.


V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hormon giberelin dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman serta aplikasi hormon giberelin dengan dosis yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan akar tanaman. Namun hal tersebut belum bisa dikatakan secara nyata karena data pendukung pada percobaan ini masih belum lengkap.



DAFTAR PUSTAKA
Aini NM, Tampubolon dan Dadan G.  1999. Pengaruh Macam Ruas batang danKonsentrasi Rootone F terhadap Keberhasilan dan Pertumbuhan Stek Bambu Jepang (Dracaena godseffiana) Kultivar Mawar. Jurnal Hortikultura. 11(109): 48-58.
Azzami.  2015. Zat Pengatur Tumbuh. http://mitalom.com/apa-itu-zat-pengatur-tumbuh-zpt/ [Diakses  01 Mei 2017].
Basri H, Zainuddin, dan Syakur. 2013. Aklimiatisasi Bibit Tanaman Buah Naga (Hylocereus undatus) pada Tingkatan Naungan Berbeda. Jurnal Agrotekbis. 1(4):339-345.
Harjadi SS.  2009. Zat Pengatur Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Heddy S. 1996. Hormon Tumbuhan. Jakarta: CV. Rajawali.
Wattimena GA.  1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor: PAU Bioteknologi IPB.



LAMPIRAN
Capture.JPG
Keterangan:
 a) lada,
b) lidah mertua,
c) buah naga, dan
d) mawar.


Jumat, 29 September 2017

Makalah Luas Daun

MAKALAH ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN
“LUAS DAUN”



           









                             Disusun Oleh :


            Ismul Azan                 (2011411026)
            Saiful Anwar             (2011411057)
            Siti Mastika Dewi      (2011311060)
            Yasa Putri                  (2011411070)





JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2017

I.                   PENDAHULUAN


1.1        Latar Belakang
Daun merupakan organ fotosintesis utama didalam tanaman tempat proses pengolahan energicahaya menjadi energi kimia dan karbohidrat. Oleh karena itu, perkembangan daun sebagai parameter utama dalam analisis pertumbuhan tanaman.Salah satu variabel pertumbuhan tanaman yang penting adalah luas daun. Ukuranluas daun umumnya mencerminkan tingkat kesuburan tanaman (Fahn.A.  l992).
Suatu aspek yang sangat penting dalam proses pertumbuhan tanaman dalam penyediaan substrat. Substrat yang digunakan untuk membentuk bahan baru tanaman yang sebagian besar adalah karbohidrat, diperoleh dari proses fotosintesis pada organ yaitu daun. Luas daun merupakan variabel penting dalam pengamatan pertumbuhan tanaman. Perbedaanukuran helaian daun antar tanaman karena adanya perbedaan tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan tumbuh. Parameter luas daun digunakan untuk menduga kandungan total klorofil tanaman bersama dengan parameter jumlah daun dan kadar klorofil. Ada dua pendekatan pengamatan luas daun yaitu bersifat destruktif dan non destruktif ( Susilo H 2008).
Pertumbuhan daun lebih mudah daripada akar dan makin luas pertumbuhan daun akan meningkatkan produksi fotosintesis daun. Morimoto dan Hasyimoto (1998) melakukan pengukuran daun, dan menggunakan rasio panjang daun dengan diameter batang sebagai indikator peramalan fase reproduktif. Pengukuran luas daun tidak efektif untuk memprediksi fase pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan tidak semua daun pada tanaman berfotosintesis secara maksimal karena ada yang tidak terkena sinar matahari (Sitompul,S. dan M. B.Guritno l995).
Tanaman yang tumbuh pada lingkungan berintensitas cahaya rendah memiliki akar yang lebih kecil, jumlahnya sedikit dan tersusun dari sel yang berdinding tipis. Hal ini terjadi akibat terhambatnyatranslokasi hasil fotosintesis dari akar. Ruas batang tanaman lebih panjang tersusun dari sel-sel berdinding tipis, ruang antar sel lebih besar, jaringan pengangkut dan penguat lebuh sedikit. Daun berukuran lebih besar, lebih tipis dan ukuran stomata lebih besar, sel epidermis tipis, tetapi jumlah daun lebih sedikit, ruang antar sel lebih banyak (Fahn. A.  l992).

RESUME
Hubungan Sifat Morfofisiologis Tanaman dengan Hasil Kedelai

Karakter morfofisiologis tanaman, termasuk ketebalan daun dan laju pertumbuhan tanaman, merupakan karakteristiktanaman yang diperkirakan mempengaruhi tingkat produktivitas karena dapat mempengaruhi kecepatan proses fotosintesis.Laju pengisian biji yang tinggi dan berlangsung relatif lama akan menghasilkan bobot biji yang tinggi selama biji sebagai sink dapat menampung hasil asimilat. Sebaliknya, bila sink cukup banyak tetapi hasil asimilat rendah mengakibatkankehampaan biji. Keterbatasan source sering terjadi pada periode pengisian biji kedelai, tetapi keterbatasan sink terjadi dalam kondisi tanpa cekaman (Egli 1999).

Hasil Penelitian
Luas spesifik daun (SLA) adalah perbandingan luas daun dengan berat daun yang apabila semakin besar nilainya mengindikasikan daun semakin tipis. Hasil analisis data SLA menunjukkan adanya perbedaan antarvarietas  (Tabel 1).

























































Varietas yang menghasilkan bobot biji kedelai relatif tinggi adalah Tanggamus, Kipas Putih, Cikuray, dan Slamet. Empat varietas tersebut memiliki SLA 178,1-259,1 cm2/g. Daun paling tebal dimiliki oleh varietas Cikuray dengan SLA 178,1 cm2/g dan yang paling tipis dimiliki varietas Burangrang dengan SLA 260,5 cm2/g.
LMR merupakan indikator kapasitas source untuk menghasilkan fotosintat dari tanaman. Varietas Tanggamus yang menghasilkan biji relatif tinggi memiliki LMR yang nyata lebih rendah daripada varietas Cikuray dan Burangrang. Namun bobot biji varietas Burangrang nyata lebih rendah daripada varietas Tanggamus, tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Cikuray. Varietas Galunggung yang menghasilkan bobot biji relatif rendah juga memiliki LMR yang tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus.
LAR merupakan indikator besarnya rasio kapasitas source dengan total hasil fotosintat. Varietas Burangrang memiliki LAR tinggi (106,7 cm2/g) dan berbeda nyata dengan semua varietas yang diuji, kecuali Galunggun dan Galur I.18.LAR merupakan rasio luas daun dengan bobot tanaman yang memiliki korelasi negatif nyata dengan bobot biji. Hal ini mengindikasikan makin luas daun makin rendah bobot biji.
Hal ini menunjukkan bahwa makin lama umur panen cenderung makin banyak total hasil fotosintat yang dialokasikan ke dalam biji kedelai. Ketebalan daun juga mempengaruhi hasil fotosintattanaman. SLA sebagai indikator ketebalan daun menunjukkan semakin tebal daun cenderung menghasilkan biji semakin banyak (Aggarwal 1995). Namun data menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat lemah antara SLA dengan bobot biji. Hal ini sama dengan yang diperoleh Morrison et al. (1999) yang meneliti kedelai varietas berumur genjah.









































DAFTAR PUSTAKA


Sitompul,S.M. dan  B.Guritno . 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.

Fahn. A.  l992 Anatomi Tumbuhan. .Jakarta : PT Gramedia.

Susilo H. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta : universitas Indonesia Press.