Selasa, 25 Oktober 2016

Penanganan Pascapanen dan Freshcut

LAPORAN PARKTIKUM PASCA PANEN
PENANGANAN PASCA PANEN BUAH DAN SAYURAN



logo ubb.jpg








Erdianto                                 (20114110  )
Muhammad dauri                 (20114110  )
Selpi Sari                                (20114110  )
Siti Masstika Dewi                 (20114110  )





JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2016
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Panen merupakan kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya Sedangkan penanganan pasca panen dapat diartikan sebagai upaya sangat strategis dalam rangka mendukung peningkatan produksi hasil panen. Kedua aspek ini sangat penting untuk meningkatkan hasil petani jika dilakukan sesuai dengan langkahnya. Penanganan panen pada setiap komoditas memiliki tahap yang berbeda-beda sesuai sifat komoditas tersebut. Sayuran dan buah-buahan pun mempunyai sifat fisik yang berbeda.
Pasca panen adalah suatu tahapan kegiatan yang dimulai sejak pengumpulan hasil pertanian sampai siap untuk dipasarkan. Baik dalam keadaan surplus maupun tidak surplus, produk agronomi khususnya produk tanaman sayur-sayur sangat dibutuhkan oleh manusia untuk pemenuhan gizi yang seimbang. Pada umumnya buah dan sayur banyak mengandung vitamin dan mineral-mineral tertentu khususnya vitamin A (karotene), serat (dietary fiber), gula dan pemenuhan vitamin C (asam Askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh (Susanto 2012). Hal penting untuk dipahami adalah produk pascapanen buah segar apapun bentuknya masih melakukan aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi. Aktivitas respirasi berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pasca panennya.
Setelah panen, sebagian besar aktivitas fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada tanaman induknya berkurang atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah penggunaan substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah kemunduran mutu dan kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat (Herudiyanto 2008).
Masalah pasca panen selalu timbul meskipun dalam keadaan yang berbeda-beda. Masalah tersebut menjadi semakin berat pada daerah yang memiliki iklim tropis yang lembab seperti di Indonesia. Diketahu produk holtikultura termasuk sayur mayur dan buah merupakan produk yang mudah rusak (perisable), sehingga butuh penanganan khusus pada tahapan pasca panen. Penanganan pasca panen buah dan sayuran seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan pasca panen yang dilaporkan oleh Madya (2013) sebesar 25 % - 28 %. Oleh sebab itu agar produk sayuran dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi baik, kerusakan-kerusakan dapat diminimalisir bahkan dapat dihindari sehingga keruagian tingkat konsumen dapat ditekan.
1.2 Tujuan
      Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu:
1.      mengetahui cara penanganan pasca panen buah dan sayur
2.       mengetahui tingkat keefektifan metode fresh cut pada buah dan sayur; dan
3.      mengetahui tingkat keefektifan perlakuan suhu dingin pada penanganan pasca panen buah dan sayur.


II.TINJAUAN PUSTAKA
Buah mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan sampai yang menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya (Yassin 2013). Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran (Rohani 2008).
Buah dan sayuran sedapat mungkin dapat dihindarkan dari kerusakan fisik, baik saat panen maupun dalam pruses penanganan pascapanen termasuk dalam proses pengangkutannya. Terjadinya kerusakan fisik dapat memicu terjadinya peningkatan laju penuaan pada buah dan sayuran segar, disamping penampakan fisik buah dan sayuran bersangkutan menjadi jelek sehingga daya jualnya pun akan menurun (Yassin 2013).
Hasil hortikultura seperti buah dan sayuran masih melakukan proses kehidupan yaitu respirasi setelah pemanenan dengan menggunakan oksigen untuk merombak karbohidrat menjadi air dan karbondioksida. Respirasi adalah proses sentral dari sel-sel hidup yang memediasi pelepasan energi melalui pemecahan senyawa karbon dan pembentukan kerangka karbon (carbonseke letons) yang diperlukan untuk menjaga reaksi sintesis setelah panen (Buckle et al 2009).
Herudiyanto (2008) menyatakan bila  persediaan oksigen terbatas,  maka akan terjadi reaksi-reaksi kimia yang akan menghasilkan alkohol dan akan dihasilkan juga perubahan bau dan cita rasa serta rusaknya sel tanaman. Perubahan buah dan sayuran yang mengalami dehidrasi akan terlihat layu dan kesat. Namun, dengan pengemasan dan penanganan yang baik dapat memperpanjang kesegaran buah-buahan dengan mencegah proses kelayuan tersebut.
Yassin (2013) menyatakan bahwa laju kerusakan yang terjadi berbanding lurus dengan kecepatan respirasi yang dimiliki komuditi, semakin cepat laju respirasinya semakin cepat pula terjadi kerusakan pada komuditi tersebut. perhatikan beberapa hal agar produk yang dikemas tidak mengalami kerusakan, diantaranya kemasan tidak boleh kedap gas, dapat memberikan efek atmosfir termodifikasi, dan tidak mencemari/bereaksi dengan produk yang dikemas  (Soesarsono 2003).
Keinginan konsumen untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah dikonsumsi dan masih dalam keadaan segar, akan membuka kesempatan bidang pengawetan makanan dengan cara pengolahan minimal (minimal processing) (Irawati 2008). Pada dasarnya produk terolah minimal terdiri dari proses pencucian, sortasi, pengupasan, dan pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk spesifik sesuai komoditas. Produk sayur atau buah terolah minimal masih memiliki karakteristik segar dan lebih praktis kerena telah dihilangkanya bagian yang tidak dapat dimakan.
Menurut Madya (2013), pada pemotongan dan pengirisan buah, sebagian sel-selnya rusak terpotong, sehingga isinya termasuk vitamin C menjadi keluar. Keadaan ini menyebabkan terbuka pengaruh udara yang mengandung oksigen dan pengaruh sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet (Madya 2013). Mengiris buah atau sayur menjadi potongan yang semakin halus menyebabkan kerusakan semakin berat bila sesudah dipotong-potong masih dibiarkan saja beberapa lama tanpa diberi perlakuan pasca panen.
Mengemas dengan plastik untuk produk segar tersebut dapat menyebabkan adanya perubahan atau modifikasi konsentrasi CO2 dan O2 sekitar produk di dalam kemasan, dimana konsentrasi CO2 akan meningkat dan O2 menurun akibat interaksi dari respirasi komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan terhadap kedua gas (Utama 2008). Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan dapat memperpanjang masa simpan produk hortikultura segar, dimana kemasan plastik memberikan perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan itu sendiri yang berbeda dengan atmosfer udara normal yang mana dapat memperlambat perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pemasakan dan pelayuan dari produk hortikultura (Wiryanta 2009).


4.2 pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap penanganan pasca panen buah dan sayur didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan bobot buah dan sayur yang disebabkan susut pasca panen selama masa pencucian. Terbuangnya sisa-sisa tanah yang menempel di akar dan pembersihan dari debu dan sebagainya. Selain itu proses respirasi yang tetap berjalan setelah sayur dan buah dipanen menyebabkan cadangan makanan dan air berkurang terus menerus sehingga terjadi pelayuan diikuti penurunan bobot.
Penurunan bobot dapat menurunkan kualitas buah dan sayur  oleh sebab itu dalam upaya mempertahankan umur simpan serta menjaga kualitas buah dan sayur dilakukan penanganan pasca panen buah dan sayur dengan metode fresh cut (pengecilan ukuran buah dan sayur) dan penyimpanan buah dan sayur pada suhu dingin. Hasil menunjukan bahwa penanganan pasca panen buah dan sayur dengan metode fresh cut kurang efektif apabila dipakai pada suhu ruang (pada buah dan sayur/non klimakterik). Pada hasil pengamatan ditemukan buah potong layu dan mengkerut serta berwarna coklat (tanpa wripping film) hal ini disebabkan karna pelukaan atau pemotongan akan meningkatkan aktivitas metabolisme, dekomparte mentalisasi enzim dan substrat sehingga menyebabkan terjadinya pencokelatan (browning), pelunakan, dan off-flavor (Haryanti 2007). Julianti (2011) menyatakan proses pemotongan dapat meningkatkan laju respirasi dan produksi etilen dalam beberapa menit dan menurunkan umur simpan.
Perlakuan dengan metode fresh cut menggunakan pelapis wripping film dengan suhu ruang (pada buah dan sayur/non klimakterik) menunjukan terjadinya pelayuan buah dan sayur karna terjadinya proses penguapan. serta didapatkan pertumbuhan jamur, bakteri dan khamir pada potongan buah yang berkadar air tinggi seperti nanas, pepaya, dan lain sebagainya dengan perlakuan wripping film pada suhu ruang. Hal tersebut disebabkan karna pemotongan atau pelukaan buah menyebabkan bakteri serta jamur  mudah untuk tumbuh disertai dengan pemotongan buah yang tidak steril dan suhu ruang yang relatif lembab serta pelapisan wripping film  yang menjadi pemicu bakteri dan jamur untuk tumbuh, sesuai dengan penyataan. Yassin (2013), mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya.
Perlakuan dengan menggunakan wripping film pada suhu kulkas/penyimpanan dingin menunjukkan bahwa buah dan sayur tetap segar walaupun terjadi penurunan bobot secara tidak signifikan yang disebabkan buah dan sayur tetap melakukan respirasi tetapi tidak berlebihan dan suhu rendah dapat menjaga kesegaran buah dan dapat mengendalikan laju respirasi. Paramita (2010) menyatakan bahwa suhu rendah (dingin) yang dipertahankan konstan dapat memperpanjang mutu fisik (warna dan penampilan/ kesegaran, tekstur dan cita rasa) dan nilai gizi terutama kandungan Vitamin C buah dan sayuran segar namun sesekali difluktuasikan atau diekspose pada suhu ruang menyebabkan penurunan mutu fisik/organoleptik dan nilai gizi yang lebih cepat dibandingkan suhu stabil (Rohani 2008).
Penyimpanan pada suhu ruang (dibiarkan sesuai dengan suhu lingkungan) menyebabkan penurunan mutu fisik-organoleptik dan mutu nilai gizi sangat cepat yang diikuti dengan proses pembusukan. Sementara susut bobot lebih tinggi terjadi pada suhu ruang dan suhu berfluktuasi, dibandingkan dengan suhu dingin yang dipertahankan stabil (Elisa 2011). Namun demikian, aplikasi penyimpanan suhu rendah merupakan teknologi paling umum dipraktekkan sehari-hari dalam upaya meningkatkan masa simpan buah dan sayuran segar yang akan dikonsumsi serta cukup efektif dalam rangka memperpanjang umur simpan buah dan sayur  serta menjaga kualitas buah dan sayur potong akan tetapi metode fresh cut pada suhu dingin juga tidak menunjukan hasil yang baik pada buah non klimakterik seperti timun potong sehingga menyebabkan terjadinya pelayuan dan penurunan kesegaran buah timun potong.


III.METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal  20 September 2016 di Ruang Asistensi 1 (RA1) Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung.
3.2 Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan adalah baskom, pisau, cup sterofom, wrapping plastic, dan lem isolasi. Bahan yang digunakan adalah air, sayur dan buah.
3.3  Cara Kerja
Penanganan Pascapanen Sayuran
1)      Membersihkan tanah yang masih menempel pada sayuran dan kemudian mencucinya;
2)      Mengikat dan memotong bagian akar sayuran;
3)      Menimbang sayuran sebelum dilakukan perendaman sebagai berat awal;
4)      Merendam bagian batang kangkung di dalam baskom yang berisi air (secukupnya) selama satu malam;
5)      Menimbang kembali sayuran sebagai berat akhir;
Penanganan Pascapanen Buah
1)      Sortasi (pencucian dan pengupasan kulit buah tertentu);
2)      Memotong buah-buahan dan sayuran menjadi beberapa bagian kecil (fresh cut);
3)      Mengemasnya menjadi 3 bagian perlakuan, yaitu:
Ø  P1 dan P2: dikemas menggunakan cup sterofoam dan dibungkus menggunakan wrapping plastic; dan
Ø  P3: dikemas menggunakan cup sterofoam saja tanpa wrapping plastic.
4)      Menimbang kemasan sebelum disimpan sebagai berat awal;
5)      Menyimpan kemasan pada tempat perlakuan masing-masing, yaitu:
Ø  P1: disimpan di dalam lemari es;
Ø  P2: disimpan pada suhu ruang;
Ø  P3: disimpan pada suhu ruang.



V.KESIMUPLAN
Berdasarkan pengamatan mengenai penanganan pasca panen buah dn sayur, metode fresh cut serta perlakuan suhu rendah/pendingin dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Penanganan pasca panen buah dan sayur sebelum diberi perlakuan yaknai dengan cara mengupas buah serta mencuci buah dan sayur dari kotoran (tanah dan debu) yang menempel;
2.      Metode fresh cut tidak efektif untuk buah dan sayur yang diletakkan pada suhu ruang karna pemotongan/pelukaan buah dan sayur dapat mempercepat respirasi yang  menyebabkan susut kuantitas dan kualitas hasil;
3.      Penyimpanan buah dan sayur pada pendinginsangat efektif untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga kualitas buah serta sayur.


DAFTAR PUSTAKA

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, dan Wootton M.  2009. Ilmu Pangan. (Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono). Jakarta: Indonesia (UI-Press).
Ecker JW.  1978. Pathological disease of fresh fruit and vegetables. Journal Food and Nutrition IX(2): 161-209.
Hasbullah, Rohani. 2008. Teknik Pengukuran Laju Respirasi Produk Hortikultura pada Kondisi Atmosfer Terkendali. Jurnal Keteknikan Pertanian. 22(1).
Herudiyanto dan Marleen S.  2008. Teknologi Pengemasan Pangan. Bandung: Widya Padjadjaran.
Ohanes S.  2012. Kajian eksperimental terhadap konduktivitas dan difusivitas termal buah semangka 5: 97 - 103.
Julianti E.  2011. Pengaruh Tingkat Kematangan dan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea). J.Hort Indonesia 2(1).
Kays SJ.  1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York: Van Nostrand Reinhold.
Lengkey dan Kairupan S.  2004. Horticultural Postharvest Training. Mana doand Tomohon: 15 - 16. http://www.indocoldchain.org/pdf/b16.pdf [15 Oktober 2016].
Pantastico EB.  1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. (Diterjemahkan oleh Kamariayani). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Paramita O.  2010. Pengaruh Memar terhadap Perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga (Mangifera Indica L) Var Gedong Gincu pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Jurnal Kompetensi Teknik. 2(1).
Rukmana R.  1994. Tomat dan Cherry. Yogyakarta: Kanisius.
Yassin et al.  2013. Pengaruh Komposisi Gas terhadap Laju Respirasi Pisang Janten pada Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 2(3): 147 - 160.
Safaryani N, Sri H, dan Endah DA.  2007. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap penurunan kadar vitamin c brokoli (Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi 15: 39 - 46.
Santoso BB.  2001. Penanganan Pasca Panen Sayur. Jakarta: Indarpress.
Soesarsono.   2003. Melakukan Pengemasan Secara Manual. Erlangga: Jakarta.
Santoso MB dan Widyaiswara M.  2013. Penanganan Pasca Panen Hortikultura.  http://www.bbppbinuang.info/news11-penanganan-pasca-panen hortikultura.html [15 oktober 2016].
Tranggono dan Sutardi.  1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Utama I dan Made S.  2002. Pengelolaan Pascapanen Produk Hortikultura. Manado: Postharvest Handling Workshop.

1 komentar:

  1. Slot Machines | Play Online at DelanoCasino.com
    The following games can be played at DelanoCasino.com. Play at one 메리트카지노총판 of the most 바카라 사이트 attractive slots casinos: Slot Machines | Play Free at the Top deccasino Online Casino.

    BalasHapus