LAPORAN
PARKTIKUM PASCA PANEN
PENANGANAN
PASCA PANEN BUAH DAN SAYURAN
Erdianto (20114110 )
Muhammad dauri (20114110 )
Selpi Sari (20114110 )
Siti Masstika
Dewi (20114110 )
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS
BANGKA BELITUNG
2016
I.PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Panen merupakan
kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya Sedangkan penanganan
pasca panen dapat diartikan sebagai upaya sangat strategis dalam rangka
mendukung peningkatan produksi hasil panen. Kedua aspek ini sangat penting
untuk meningkatkan hasil petani jika dilakukan sesuai dengan langkahnya.
Penanganan panen pada setiap komoditas memiliki tahap yang berbeda-beda sesuai
sifat komoditas tersebut. Sayuran dan buah-buahan pun mempunyai sifat fisik
yang berbeda.
Pasca panen adalah suatu tahapan kegiatan yang dimulai
sejak pengumpulan hasil pertanian sampai siap untuk dipasarkan. Baik dalam
keadaan surplus maupun tidak surplus, produk agronomi khususnya produk tanaman
sayur-sayur sangat dibutuhkan oleh manusia untuk pemenuhan gizi yang seimbang.
Pada umumnya buah dan sayur banyak mengandung vitamin dan mineral-mineral
tertentu khususnya vitamin A (karotene), serat (dietary fiber), gula dan
pemenuhan vitamin C (asam Askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh
(Susanto 2012). Hal penting untuk
dipahami adalah produk pascapanen buah segar apapun bentuknya masih melakukan
aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi. Aktivitas respirasi berlangsung
untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pasca panennya.
Setelah panen, sebagian besar aktivitas
fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada tanaman induknya berkurang
atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah penggunaan
substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk
aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah
kemunduran mutu dan kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat (Herudiyanto
2008).
Masalah pasca panen selalu timbul meskipun dalam
keadaan yang berbeda-beda. Masalah tersebut menjadi semakin berat pada daerah
yang memiliki iklim tropis yang lembab seperti di Indonesia. Diketahu produk
holtikultura termasuk sayur mayur dan buah merupakan produk yang mudah rusak
(perisable), sehingga butuh penanganan khusus pada tahapan pasca panen.
Penanganan pasca panen buah dan sayuran seperti Indonesia belum mendapat
perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan pasca panen
yang dilaporkan oleh Madya (2013) sebesar 25 % - 28 %. Oleh sebab itu agar
produk sayuran dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi baik,
kerusakan-kerusakan dapat diminimalisir bahkan dapat dihindari sehingga
keruagian tingkat konsumen dapat ditekan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu:
1.
mengetahui cara penanganan pasca panen buah dan sayur
2.
mengetahui tingkat keefektifan metode fresh
cut pada buah dan sayur; dan
3.
mengetahui tingkat keefektifan
perlakuan suhu dingin pada penanganan pasca panen buah dan sayur.
II.TINJAUAN PUSTAKA
Buah
mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik
bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah
dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak
menyebabkan pembusukan sampai yang menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme
pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya
pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya
(Yassin 2013). Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah
merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran
(Rohani 2008).
Buah dan sayuran sedapat mungkin dapat dihindarkan dari kerusakan fisik,
baik saat panen maupun dalam pruses penanganan pascapanen termasuk dalam proses
pengangkutannya. Terjadinya kerusakan fisik dapat memicu terjadinya peningkatan
laju penuaan pada buah dan sayuran segar, disamping penampakan fisik buah dan
sayuran bersangkutan menjadi jelek sehingga daya jualnya pun akan menurun (Yassin 2013).
Hasil hortikultura seperti buah dan sayuran masih melakukan proses kehidupan
yaitu respirasi setelah pemanenan dengan menggunakan oksigen untuk merombak
karbohidrat menjadi air dan karbondioksida. Respirasi adalah proses sentral dari
sel-sel hidup yang memediasi pelepasan energi melalui pemecahan senyawa karbon
dan pembentukan kerangka karbon (carbonseke
letons) yang diperlukan untuk menjaga reaksi sintesis setelah panen (Buckle et al 2009).
Herudiyanto (2008)
menyatakan bila persediaan
oksigen terbatas, maka akan terjadi
reaksi-reaksi kimia yang akan menghasilkan
alkohol dan akan dihasilkan juga perubahan bau dan cita rasa serta
rusaknya sel tanaman. Perubahan buah dan sayuran yang mengalami dehidrasi akan
terlihat layu dan kesat. Namun, dengan pengemasan dan penanganan yang baik
dapat memperpanjang kesegaran buah-buahan dengan mencegah proses kelayuan
tersebut.
Yassin
(2013) menyatakan bahwa laju kerusakan yang terjadi berbanding lurus dengan
kecepatan respirasi yang dimiliki komuditi, semakin cepat laju respirasinya
semakin cepat pula terjadi kerusakan pada komuditi tersebut. perhatikan
beberapa hal agar produk yang dikemas tidak mengalami kerusakan, diantaranya
kemasan tidak boleh kedap gas, dapat memberikan efek atmosfir termodifikasi,
dan tidak mencemari/bereaksi dengan produk yang dikemas (Soesarsono 2003).
Keinginan
konsumen untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah dikonsumsi dan masih
dalam keadaan segar, akan membuka kesempatan bidang pengawetan makanan dengan
cara pengolahan minimal (minimal processing) (Irawati 2008). Pada
dasarnya produk terolah minimal terdiri dari proses pencucian, sortasi,
pengupasan, dan pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
dengan bentuk spesifik sesuai komoditas. Produk sayur atau buah terolah minimal
masih memiliki karakteristik segar dan lebih praktis kerena telah dihilangkanya
bagian yang tidak dapat dimakan.
Menurut
Madya (2013), pada
pemotongan dan pengirisan buah, sebagian sel-selnya rusak terpotong, sehingga
isinya termasuk vitamin C menjadi keluar. Keadaan ini menyebabkan terbuka
pengaruh udara yang mengandung oksigen dan pengaruh sinar matahari yang
mengandung sinar ultraviolet (Madya 2013). Mengiris
buah atau sayur menjadi potongan yang semakin halus menyebabkan kerusakan
semakin berat bila sesudah dipotong-potong masih dibiarkan saja beberapa lama
tanpa diberi perlakuan pasca panen.
Mengemas
dengan plastik untuk produk segar tersebut dapat menyebabkan adanya perubahan
atau modifikasi konsentrasi CO2 dan O2 sekitar produk di dalam kemasan, dimana
konsentrasi CO2 akan meningkat dan O2 menurun akibat interaksi dari respirasi
komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan terhadap kedua gas (Utama
2008). Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan dapat memperpanjang
masa simpan produk hortikultura segar, dimana kemasan plastik memberikan
perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan itu sendiri yang berbeda dengan atmosfer
udara normal yang mana dapat memperlambat perubahan fisiologis yang berhubungan
dengan pemasakan dan pelayuan dari produk hortikultura (Wiryanta 2009).
4.2 pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan
terhadap penanganan pasca panen buah dan sayur didapatkan hasil bahwa terjadi
penurunan bobot buah dan sayur yang disebabkan susut pasca panen selama masa
pencucian. Terbuangnya sisa-sisa tanah yang menempel di akar dan pembersihan
dari debu dan sebagainya. Selain itu proses respirasi yang tetap berjalan
setelah sayur dan buah dipanen menyebabkan cadangan makanan dan air berkurang
terus menerus sehingga terjadi pelayuan diikuti penurunan bobot.
Penurunan bobot dapat menurunkan kualitas
buah dan sayur oleh sebab itu dalam
upaya mempertahankan umur simpan serta menjaga kualitas buah dan sayur
dilakukan penanganan pasca panen buah dan sayur dengan metode fresh cut (pengecilan
ukuran buah dan sayur) dan penyimpanan buah dan sayur pada suhu dingin. Hasil
menunjukan bahwa penanganan pasca panen buah dan sayur dengan metode fresh cut
kurang efektif apabila dipakai pada suhu ruang (pada buah dan sayur/non
klimakterik). Pada hasil pengamatan ditemukan buah potong layu dan mengkerut
serta berwarna coklat (tanpa wripping film) hal ini disebabkan karna pelukaan atau pemotongan akan meningkatkan aktivitas metabolisme, dekomparte
mentalisasi enzim dan substrat sehingga menyebabkan terjadinya
pencokelatan (browning), pelunakan, dan off-flavor (Haryanti
2007). Julianti (2011) menyatakan proses pemotongan dapat meningkatkan laju
respirasi dan produksi etilen dalam beberapa menit dan menurunkan umur simpan.
Perlakuan dengan metode fresh cut menggunakan pelapis wripping film dengan
suhu ruang (pada buah dan
sayur/non klimakterik) menunjukan terjadinya pelayuan buah dan
sayur karna terjadinya proses penguapan. serta didapatkan pertumbuhan jamur,
bakteri dan khamir pada potongan buah yang berkadar air tinggi seperti nanas,
pepaya, dan lain sebagainya dengan perlakuan wripping film pada suhu ruang. Hal
tersebut disebabkan karna pemotongan atau pelukaan buah menyebabkan bakteri
serta jamur mudah untuk tumbuh disertai
dengan pemotongan buah yang tidak steril dan suhu ruang yang relatif lembab
serta pelapisan wripping film yang
menjadi pemicu bakteri dan jamur untuk tumbuh, sesuai dengan penyataan. Yassin (2013), mikroorganisme
pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan,
kondisi suhu dan kelembaban yang
sesuai dan sebagainya.
Perlakuan dengan menggunakan wripping film pada suhu kulkas/penyimpanan
dingin menunjukkan
bahwa buah dan sayur tetap segar walaupun terjadi penurunan bobot secara tidak
signifikan yang disebabkan buah dan sayur tetap melakukan respirasi tetapi
tidak berlebihan dan suhu rendah dapat menjaga kesegaran buah dan dapat
mengendalikan laju respirasi. Paramita (2010) menyatakan bahwa suhu rendah
(dingin) yang dipertahankan konstan dapat memperpanjang mutu fisik (warna dan
penampilan/ kesegaran, tekstur dan cita rasa) dan nilai gizi terutama kandungan
Vitamin C buah dan sayuran segar namun sesekali difluktuasikan atau diekspose
pada suhu ruang menyebabkan penurunan mutu fisik/organoleptik dan nilai gizi
yang lebih cepat dibandingkan suhu stabil (Rohani 2008).
Penyimpanan
pada suhu ruang (dibiarkan sesuai dengan suhu lingkungan) menyebabkan penurunan
mutu fisik-organoleptik dan mutu nilai gizi sangat cepat yang diikuti dengan
proses pembusukan. Sementara susut bobot lebih tinggi terjadi pada suhu ruang
dan suhu berfluktuasi, dibandingkan dengan suhu dingin yang dipertahankan
stabil (Elisa 2011). Namun demikian, aplikasi penyimpanan suhu rendah merupakan
teknologi paling umum dipraktekkan sehari-hari dalam upaya meningkatkan masa
simpan buah dan sayuran segar yang akan dikonsumsi serta cukup efektif dalam
rangka memperpanjang umur simpan buah dan sayur
serta menjaga kualitas buah dan sayur potong akan tetapi metode fresh
cut pada suhu dingin juga tidak menunjukan hasil yang baik pada buah non
klimakterik seperti timun potong sehingga menyebabkan terjadinya pelayuan dan
penurunan kesegaran buah timun potong.
III.METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Selasa, tanggal 20 September 2016 di
Ruang Asistensi 1 (RA1) Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi Universitas Bangka
Belitung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
adalah baskom, pisau, cup sterofom, wrapping plastic, dan lem isolasi. Bahan yang digunakan
adalah air, sayur dan buah.
3.3 Cara Kerja
Penanganan Pascapanen
Sayuran
1) Membersihkan
tanah yang masih menempel pada sayuran dan kemudian mencucinya;
2) Mengikat
dan memotong bagian akar sayuran;
3) Menimbang
sayuran sebelum dilakukan perendaman sebagai berat awal;
4) Merendam
bagian batang kangkung di dalam baskom yang berisi air (secukupnya) selama satu
malam;
5) Menimbang
kembali sayuran sebagai berat akhir;
Penanganan Pascapanen Buah
1) Sortasi
(pencucian dan pengupasan kulit buah tertentu);
2) Memotong
buah-buahan dan sayuran menjadi beberapa bagian kecil (fresh cut);
3) Mengemasnya
menjadi 3 bagian perlakuan, yaitu:
Ø P1
dan P2: dikemas menggunakan cup sterofoam
dan dibungkus menggunakan wrapping
plastic; dan
Ø P3:
dikemas menggunakan cup sterofoam saja
tanpa wrapping plastic.
4) Menimbang
kemasan sebelum disimpan sebagai berat awal;
5) Menyimpan
kemasan pada tempat perlakuan masing-masing, yaitu:
Ø P1:
disimpan di dalam lemari es;
Ø P2:
disimpan pada suhu ruang;
Ø P3:
disimpan pada suhu ruang.
V.KESIMUPLAN
Berdasarkan pengamatan mengenai penanganan pasca
panen buah dn sayur, metode fresh cut serta perlakuan suhu rendah/pendingin dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Penanganan pasca panen
buah dan sayur sebelum diberi perlakuan yaknai dengan cara mengupas buah serta
mencuci buah dan sayur dari kotoran (tanah dan debu) yang menempel;
2.
Metode fresh cut
tidak efektif untuk buah dan sayur yang diletakkan pada suhu ruang karna
pemotongan/pelukaan buah dan sayur dapat mempercepat respirasi yang menyebabkan susut kuantitas dan kualitas
hasil;
3.
Penyimpanan buah
dan sayur pada pendinginsangat efektif untuk memperpanjang umur simpan dan
menjaga kualitas buah serta sayur.
DAFTAR
PUSTAKA
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, dan Wootton M. 2009. Ilmu
Pangan. (Penerjemah:
Hari Purnomo dan Adiono). Jakarta: Indonesia (UI-Press).
Ecker JW. 1978. Pathological disease of fresh fruit and
vegetables. Journal Food and Nutrition IX(2):
161-209.
Hasbullah, Rohani. 2008. Teknik Pengukuran Laju Respirasi Produk
Hortikultura pada Kondisi Atmosfer Terkendali. Jurnal Keteknikan Pertanian. 22(1).
Herudiyanto dan Marleen S. 2008. Teknologi Pengemasan Pangan. Bandung: Widya Padjadjaran.
Ohanes S. 2012.
Kajian eksperimental terhadap
konduktivitas dan difusivitas termal buah semangka 5: 97 - 103.
Julianti E. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan dan Suhu
Penyimpanan terhadap Mutu Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea). J.Hort Indonesia 2(1).
Kays SJ. 1991. Postharvest
Physiology of Perishable Plant Products. New York: Van Nostrand Reinhold.
Lengkey dan Kairupan S. 2004. Horticultural Postharvest Training. Mana doand Tomohon: 15 - 16. http://www.indocoldchain.org/pdf/b16.pdf [15 Oktober 2016].
Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan
Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. (Diterjemahkan
oleh Kamariayani). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Paramita O. 2010. Pengaruh Memar terhadap Perubahan Pola
Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga (Mangifera Indica L) Var
Gedong Gincu pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Jurnal Kompetensi Teknik. 2(1).
Rukmana R. 1994. Tomat dan Cherry. Yogyakarta: Kanisius.
Yassin et al. 2013. Pengaruh Komposisi Gas terhadap Laju Respirasi Pisang Janten pada
Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 2(3): 147 - 160.
Safaryani N, Sri H, dan Endah DA. 2007. Pengaruh suhu dan lama
penyimpanan terhadap penurunan kadar vitamin c brokoli (Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi 15: 39 - 46.
Santoso BB. 2001. Penanganan
Pasca Panen Sayur. Jakarta: Indarpress.
Soesarsono. 2003. Melakukan Pengemasan Secara Manual. Erlangga: Jakarta.
Santoso MB dan Widyaiswara M. 2013. Penanganan Pasca Panen Hortikultura. http://www.bbppbinuang.info/news11-penanganan-pasca-panen
hortikultura.html [15 oktober
2016].
Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat
Antar Universitas Pangan Dan Gizi.
Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Utama I dan Made S. 2002. Pengelolaan Pascapanen Produk Hortikultura. Manado: Postharvest Handling Workshop.
Slot Machines | Play Online at DelanoCasino.com
BalasHapusThe following games can be played at DelanoCasino.com. Play at one 메리트카지노총판 of the most 바카라 사이트 attractive slots casinos: Slot Machines | Play Free at the Top deccasino Online Casino.